Respon Terhadap Gagasan Irah-Irah Putusan Hakim Diganti Menjadi Demi Keadilan Berdasarkan Pancasila

Suteki - Teman Netizen, pendapat saya terhadap IRAH-IRAHAN putusan hakim dengan kalimat: "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" adalah sudah sangat tepat. Tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Mengapa demikian? Karena Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sila yang mendasari keempat sila Pancasila lainnya. Sila ini pula diyakini sebagai sila yang menjiwai seluruh sila Pancasila lainnya.

Pencantuman Ketuhanan YME dibelakang kata DEMI KEADILAN, juga sesuai dengan Pasal 29 ayat 1 UUD NRI 1945 yang menegaskan bahwa: NEGARA BERDASAR ATAS KETUHANAN YANG MAHA ESA bukan NEGARA BERDASAR ATAS PANCASILA. Untuk apa ini ditegaskan? Hal ini disebabkan kita ingin menonjolkan bahwa Indonesia ini adalah RELIGIOUS STATE. Ini sebagai penajamam dari pernyataan pada PEMBUKAAN UUD NRI 1945 alinea ke-4 yang telah menyebutkan bahwa: .....pemerintahan negara berdasar kepada...Ketuhanan YME...dst. Semua sila disebutkan. Nah, kalau kita tarik ke tataran yg lebih praktis, bidang-bidang kekuasasn negara, baik bidang legislatif, yudikatif, maupun eksekutif hendak pula mewujudkan kendak untuk mengintrusikan aspek religioussitas ke dalamnya. Mestinya penyebutan RELIGIOUS LEGISLATIVE, RELIGIOUS JUDICATIVE dan RELIGOUS EXECUTIVE bukanlah sesuatu yang asing bahkan menjadi sesuatu KENISCAYAAN atau sebagai konsekuensi bahwa Indonesia adalah religious state.

Kalau kita bersepakat bahwa PANCASILA DASAR NEGARA itu harga mati, mestinya kita konsekuen bahwa RELIGIOUS STATE dan begitu juga RELIGIOUS JUDICATIVE yang dapat kita turunkan menjadi RELIGIOUS COURT juga harga mati. Kalimat "Ketuhanan YME" dibelakang "Demi Keadilan" tidak boleh diganti dengan kata PANCASILA saja hanya lantaran kondisi perpolitikan dan kemasyarakatan sesaat terkini.

Apa sih salahnya irah-irahan Putusan hakin yang berbunyi: "DEMI KEADILAN BERSADARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" hingga ada upaya untuk mengganti dengan: "DEMI KEADILAN BERDASARKAN PANCASILA"?

Dalam bahasa religious, hakim memeriksa hingga memutus perkara bukan hanya bertanggung jawab kepada negara dan rakyat, justru yang paling utama adalah bertanggung jawab kepada TUHAN YME. Artinya, sebenarnya hakim pun dlm memeriksa hingga memutus perkara tidak boleh bertentangan dengan Kitab suci (devine law) dan natural law (moral ethic and goodness). Berangkat dari argumentasi singkat inilah seharusnya dicegah upaya untuk mengubah IRAH-IRAHAN PUTUSAN HAKIM yang berlaku sekarang. Upaya pengubahan hanya akan berujung pada pengaburan status kita sebagai RELIGIOUS STATE yang di dalamnya ada kekuasaan kehakiman yang dijiwai oleh RELIGIOUS COURT.

Komentar

Artikel Pilihan

Mimpi Model Khilafah Di Tengah Dunia Demokrasi

Kriteria Organisasi yang Bertentangan dengan Pancasila

Gerakan Pakai Peci Putih