Praktik Tidak Perlu Teori "Ndekak-Ndekik"

Suteki - Tidak perlu sekolah tinggi-tinggi untuk berteori. Sudah terbukti to, lulusan SMP bisa jadi menteri, lulusan SMA bisa jadi presiden, begitupun S1 bisa. Buat apa S2 dan S3 kalau hanya untuk menyusun tumpukan teori yang tidak berarti lagi?

Menurut saya, Indonesia ini tidak butuh orang alim, pinter dgn berjibun paradigma, teori, konsep, prinsip, dogma-dogma. Semua itu hanya "lips service", a myth, an illusion---cekak aose: mung lamis!

Yang penting punya POWER. THE HAVES.
Benar kata Marc Galanter: THE HAVES ALWAYS COME OUT AHEAD.Teori yg semula berfungsi untuk: GIVING EXPLANATION hanya berakhir sebagai macan kertas terbuang di bak sampah dan membusuk menebar bau tak sedap. Aroma hukum, aroma politik, aroma budaya dan aroma ekonomi terasa penuh udara berdebu. Selaksa teori tak lagi mampu mengurai mengapa udara berdebu. Mata telah tertutup oleh ambisi, keserakahan hidup hingga seribu obor pun tak mampu membuat mata itu melek kembali.

L'ETAT C'EST MOI mungkin akan kembali memenuhi ruang-ruang publik dan siap menjadi alat peng-GEBUK lawan "bermain". Teori bahasa pun seolah tak mampu lagi menjelaskan, mengapa digunakan slogan: AKU PANCASILA, PANCASILA ADALAH AKU sebagai turunan NEGARA adalah SAYA.

Teori pun tak akan mampu menjawab: bagaimana bisa seorang ateis, seorang komunis, seorang penganut ekonomi liberal dinobatkan sebagai PAHLAWAN-PAHLAWAN dan DUTA-DUTA PANCASILA.

Membisu-membisu dan membisu adalah cara terbaik untuk menyelamatkan diri dan teori. Mungkin 1000 tahun lagi teori itu dipungut kembali. Aku hanya bisa berseru lirih: Tunggulah, mana ada pesta itu abadi? Semua kan berakhir. Semua kan berpisah, kalau tidak sekarang, nanti itu pasti.

##SDM:SELAMATKAN DIRI MASING-MASING##

Komentar

Artikel Pilihan

Mimpi Model Khilafah Di Tengah Dunia Demokrasi

Kriteria Organisasi yang Bertentangan dengan Pancasila

Gerakan Pakai Peci Putih