Konsistenkah Kita Terhadap Nilai-Nilai Pancasila...?

Suteki - Saudaraku teman Netizen. Bila kita ingin ke depan itu lebih baik, maka kita tidak boleh stagnan. Menganggap semuanya serba final, finite, and finish. Kita ini sedang dalam proses menjadi negara bangsa yang masih mencari identitas diri itu. Lihatlah, betapa kita tidak konsisten dengan apa yang kita yakini benar. Baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Benarkan kita konsisten dengan PANCASILA kita ini? Apakah betul yang fakta2 dalam kehidupan kita ini cermin bahwa ini looh Pancasila itu seperti ini?

Saya tidak pernah persoalkan Pancasila sebagai Pandangan Hidup, Ideologi Bangsa maupun sebagai dasar negara... namun persoalan praktik tiap-tiap rezim mewujudkan Pancasila ini yang selalu berbeda dan tidak ada standart yang bisa dipegang. Seolah kita tidak punya GRAND DESIGN padahal PANCASILA itulah Grand design kita. So what? Kita hidup dalam berbagai bidang seolah lepas kontrol, berlayar tanpa kompas tanpa pulau tujuan. Mengerikan. Maka, dalam keadaan inilah hadir ideologi-ideologi lain baik komunisme, fasisme, hingga ideologi islam menawarkan konsep-konsepnya utk mengatasi semakin melencengnya jarum pendulum negeri ke arah pencapaian tujuan bangsa sebagaimana alineia 4 UUD NRI 1945. DUNIA INI PANTAREIH... begitu kata Heraclitos... mengalir berubah tiada henti... BILA KITA BERSEPAKAT UNTUK BERUBAH LALU APA YG MESTI BERSIKUKUH UNTUK TETAP KECUALI KEHENDAK ALLOH.

Kalau kita konsisten dengan Pancasila, mestinya kita benar-benar menempatkan Pancasila itu sebagai SILA dan harus dimaknai sebagai PRECEPT, yakni AJARAN MORAL yang memiliki sifat IMPERATIVE CATHEGORIES--- perintah yang tidak dapat ditawar-tawar. Perintah ini berbeda dengan imperatif hipotetis, yakni perintah bersyarat yang dapat ditawar. Berketuhanan Yang Maha Esa misalnya, ini adalah perintah yang tidak ditawar. Yang berarti bahwa setiap insan Indonesia HARUS BERTUHAN tidak ada tempat sejengkal pun di bumi Indonesia untuk ATHEIS (ME) dan POLITEIS (ME). Pertanyaannya: adakah di antara kita yang ateis dan politeis? Kalau ada, bolehkah mereka tetap tinggal di Indonesia? Adakah komunisme itu sekaligus meyakini Tuhan Yang Esa? Sukakah komunisme itu dengan agama? Lalu adakah dan tetap terjaminkan komunis di Indonesia? Di sini saja kita tidak konsisten, bukan?

Lihat juga bagaimana kita menerapkan KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB dengan konsekuensi sila ini tetap dijiwai dengan SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA. Bagaimana konsep Hak Asasi Manusia (HAM) kita? Kita menjamin HAM tentu dengan tetap memperhatikan KEWAJIBAN ASASI terhadap orang lain dan tetap dalam koridor Ketuhaan YME. Coba kita tengok realitas yang ada. Sudahkah HAM kita dijiwai unsur Ketuhanan? Misal bagaimana sikap kita terhadap Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT)? Mestinya kita tidak boleh mentolerir PROPAGANDA LGBT bahkan kita harus larang disetiap jengkal tanah Indonesia karena itu bukan cermin HAM yang berdasarkan KETUHANAN YME. Agama mana yang membolehkan LGBT? Kendati demikian, betapa di antara kita membelanya seolah kita berdiri di depan sembari mengatakan AKU PEJUANG HAM LGBT. Benarkah begitu?

Yaaah, sesak dada ini bila harus terus memerinci ketidakkonsistenan kita terhadap pandangan hidup, ideologi bangsa dan dasar negara kita PANCASILA. Kucukupkan dulu sampe di sini... sambil ngelus dada, dan lirih kuberbisik: sabaar..sabarrrr..sabaaar..!!

Komentar

Artikel Pilihan

Mimpi Model Khilafah Di Tengah Dunia Demokrasi

Kriteria Organisasi yang Bertentangan dengan Pancasila

Gerakan Pakai Peci Putih