Proses dan Ekses Kasus "Warisan" Afi

PROSES DAN EKSES

Suteki - Teman Netizen, masih ingatkah Afi? Masih maukah tengok postingan saya tentang Afi ini? Saya pun mengecamnya, bukan soal plagiarisme nya, karena waktu itu belum ada indikasi tulisannya plagiat namun lebih fokus pada konten tulisannya yang menurut saya FATALISTIK sementara banyak yang memujanya, dari guru, dosen, doktor, profesor, pegawai, masyarakat umum, institusi ternama hingga istana. Bahkan tidak cukup dipuja lebih dari itu diundang di berbagai forum ILMIAH hingga Istana. Biyuuuuuuh...biyuuuuuh.. ngedap-ngedapi (Jawa yang artinya: bukan main sangat menakjubkan). Saya pun kalah pamor kalau diibaratkan keris pusaka. Sekalipun sudah banyak bukti adanya plagiarisme itu, namun tetap dibela bahkan pengkritiknya dikatakan: pasti itu orang-orang yang sirik, kaum intolerance, anti NKRI, anti bhinneka tunggal ika bahan anti Pancasila. Banyak orang bilang: ah, apapun yang dilakukan Afi itu baik. Untuk apa?

Demi NKRI..
Demi Bhinneka Tunggal Ika..
Demi Pancasila..
Demi toleransi..
Demi....kian...!

Lalu sekarang, saya yakin semakin terkuak plagiarisme itu---yang nota bene "DIHARAMKAN" di dunia keilmuan karena sebagai tindakan yang CULAS---bukan LUCU dan MEMELAS. Culas sebagai simbul kata: tidak menghargai orang lain, main dibalik panggung, penuh dengan intrik dan kebohongan, tidak transparan. Afi sudah melanggar hukum alam: honeste vevire (kejujuran), alterum non laedere (tidak merugikan orang lain) dan suum cuique (keadilan). Proses itu penting, kawan! Tidak sekedar mengutamakan hasil atau konten belaka. Kalau kejadian ini kita tarik ke ranah hukum, misalnya..seorang polisi ketika ingin mendapatkan alat bukti pun harus ada PROSES yang akuntabel. Alat bukti harus diperoleh dengan legal, bukan illegal. Ini negara hukum, bukan negara "sak karepe dhewe". Semua diatur supaya warga negara itu tentram, tidak diperlakukan semaunya dan dirampas hak-haknya. Ketika alat bukti diperoleh secara illegal, masihkah kita menganggap legal sebagai salah satu bahan pertimbangan oleh hakim untuk menghukum seseorang? Tentu tidak, bukan?

Kembali ke persoalan Afi, maka ketika sudah diketahui bahwa tulisan-tulisan Afi itu plagiat mestinya Afi harus segera minta maaf, klo perlu mengadakan PRESS CONFERENCE untuk itu dan sekaligus orang-orang dan lembaga yang dulu begitu memujanya seharusnya meminta maaf juga...termasuk Istana. Harus berani menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Afi bukan HASIL REVOLUSI MENTAL tetapi sebaliknya. Punyakah kita sisa keberanian untuk menyatakan hal itu?

Komentar

Artikel Pilihan

Mimpi Model Khilafah Di Tengah Dunia Demokrasi

Kriteria Organisasi yang Bertentangan dengan Pancasila

Gerakan Pakai Peci Putih