Azaz Contrarius Actus dan Abuse Of Power
Suteki - Azaz Contrarius Actus dan Abuse Of Power berasal dari zaman Romawi (bahasa Latin) yang berarti bahwa penerbit suatu keputusan tata usaha negara dapat menarik kembali atau membatalkannya.
Penerapan asas CONTRARIUS ACTUS tidak boleh dipakai untuk membatalkan pengesahan hak asasi (contoh: menikah, berserikat) melainkan hanya untuk mencabut izin (contoh: SIM, SIUP).
Asas contraius actus yang diterapkan pada pada pengesahan hak akan berpotensi pada penilaian secara sepihak dan cenderung dilakukan penyalahgunaan wewenang (abuse of power). Abuse of power akan berakhir pada kediktatoran.
Perppu memang bukanlah sesuatu yang asing tetapi ketika asas contrarius actus diusung ke dalam Perppu No 2 Tahun 2017 potensi abuse of power. Maka pengadilan tetap menjadi batu penguji apakah suatu ormas bertentangan dengan ideologi Pancasila ataukah tidak atau harus ada due process of law? Di sinilah pentingnya prinsip checks and balances antara kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Perppu sebaiknya tidak diterima oleh DPR ketika dimajukan dalam persidangan berikutnya. MK tetap juga harus menguji secara fair untuk menilai konstitusionalitas Perppu. Tidaklah fair apabila pemerintah lalu berprinsip: BUBARKAN DULU nanti klo tidak terima: GUGATLAH! Ini prinsip yang akan selalu membuka konfrontasi antara rakyat dan pemerintah. Tidaklah prinsip pembinaan dan pencegahan (preventif) lebih utama dibandingkan dengan menggebuk dan menindak (represif)?
PUKUL DULU URUSAN NANTI=VANDALISME!
Will you, my fiends?
Penerapan asas CONTRARIUS ACTUS tidak boleh dipakai untuk membatalkan pengesahan hak asasi (contoh: menikah, berserikat) melainkan hanya untuk mencabut izin (contoh: SIM, SIUP).
Asas contraius actus yang diterapkan pada pada pengesahan hak akan berpotensi pada penilaian secara sepihak dan cenderung dilakukan penyalahgunaan wewenang (abuse of power). Abuse of power akan berakhir pada kediktatoran.
Perppu memang bukanlah sesuatu yang asing tetapi ketika asas contrarius actus diusung ke dalam Perppu No 2 Tahun 2017 potensi abuse of power. Maka pengadilan tetap menjadi batu penguji apakah suatu ormas bertentangan dengan ideologi Pancasila ataukah tidak atau harus ada due process of law? Di sinilah pentingnya prinsip checks and balances antara kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Perppu sebaiknya tidak diterima oleh DPR ketika dimajukan dalam persidangan berikutnya. MK tetap juga harus menguji secara fair untuk menilai konstitusionalitas Perppu. Tidaklah fair apabila pemerintah lalu berprinsip: BUBARKAN DULU nanti klo tidak terima: GUGATLAH! Ini prinsip yang akan selalu membuka konfrontasi antara rakyat dan pemerintah. Tidaklah prinsip pembinaan dan pencegahan (preventif) lebih utama dibandingkan dengan menggebuk dan menindak (represif)?
PUKUL DULU URUSAN NANTI=VANDALISME!
Will you, my fiends?
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik dan ilmiah......